Selasa, 03 November 2009

glaukoma

Glaukoma

Glaukoma adalah penyakit mata kronis progresif yang mengenai saraf mata dengan neuropati (kelainan saraf) optik disertai kelainan bintik buta (lapang pandang) yang khas. Faktor utamanya adalah tekanan bola mata yang tinggi.

Survei Departemen Kesehatan RI 1992 menunjukkan, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua (0,2 persen) setelah katarak. Berbeda dengan kebutaan akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat permanen.

Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan, deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi sangat penting.

Ada empat jenis glaukoma, yaitu glaukoma primer sudut terbuka, biasa disebut glaukoma kronis atau pencuri penglihatan, karena pasien sering tidak menyadarinya. Pada umumnya mulai terjadi pada usia di atas 40 tahun.
Yang kedua adalah glaukoma primer sudut tertutup, yang banyak terjadi pada ras Asia, termasuk Indonesia.
Glaukoma ini terbagi akut dan kronis. Pada keadaan akut, sudut bilik mata depan akan tertutup se- cara mendadak, seperti selapis kertas yang menutup saluran keluar.
Akibatnya, tekanan bola mata naik tinggi tiba-tiba (akut).
Gejala klinisnya, seperti tajam penglihatan menurun mendadak, tampak pelangi bila melihat lampu, sakit di sekitar mata, sakit kepala, rasa mual sampai muntah. Bila tidak segera diobati menyebabkan kebutaan.
Untuk tipe kronis gejalanya mirip glaukoma sudut terbuka, bedanya adalah sudut bilik mata depannya tertutup. Namun, ini hanya dapat diketahui setelah pemeriksaan oleh dokter mata.
Jenis ketiga adalah glaukoma sekunder, yang dapat terjadi akibat kecelakaan atau trauma, obat tertentu (steroid), tumor, reaksi peradangan, dan pembuluh darah yang tidak normal (sering karena diabetes melitus).

Terakhir adalah glaukoma kongenital. Jenis glaukoma ini jarang terjadi, di mana sudut bilik mata depan terbentuk secara tidak normal sejak lahir. Orangtua akan melihat bayinya sebagai berikut: bola mata tampak lebih besar dari normal, kornea tidak jernih, takut melihat cahaya, dan keluar air mata bila kena cahaya. Orangtua perlu segera membawa anak dengan kelainan ini ke dokter.

Penyebab glaukoma

Penyebab tersering adalah tekanan bola mata di atas 21 mmHg (normal 10-20 mmHg). Tekanan di atas normal ini akibat cairan dalam bola mata yang berada di bilik mata depan tidak lancar mengalir keluar. Tekanan bola mata tersebut secara mekanik akan menekan serabut saraf mata sehingga terjepit.

Selain itu juga akan terjadi proses iskemia (jaringan kekurangan nutrisi dan oksigen) karena darah tidak mengalir dengan baik di daerah saraf mata. Terjadilah kematian sel-sel saraf mata.
Faktor risiko yang ikut memicu glaukoma selain perubahan tekanan bola mata adalah usia di atas 40 tahun, mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, miopia, atau mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes dan kardiovaskular.

Semua jenis glaukoma harus dikontrol secara teratur ke dokter mata selama hidupnya. Hal tersebut dikarenakan tajam penglihatan dapat menghilang secara perlahan tanpa diketahui penderitanya. Obat-obatan yang dipakai perlu dikontrol oleh dokter spesialis mata agar disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

Satu hal yang perlu ditekankan adalah, bahwa saraf mata yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi. Obat-obatan seperti obat tetes mata, obat makan, dan tindakan seperti laser dan bedah hanya untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari saraf mata tersebut.
Obat-obatan

Pengobatan pertama penderita glaukoma adalah dengan pemberian obat tetes mata, kemudian pemberian tablet. Obat- obatan tersebut dapat menurunkan produksi atau meningkatkan pengeluaran cairan bola mata yang berada di dalam bola mata sehingga didapatkan tekanan bola mata sesuai yang diinginkan. Untuk mendapat- kan hasil terapi yang efektif, maka obat-obatan harus digunakan secara teratur dan terus-menerus.

Tidak jarang obat-obatan tersebut memberikan efek samping, terutama jika pemakaian dalam jangka panjang. Obat tetes dapat menimbulkan rasa perih, kadang-kadang disertai mata merah dan dapat menyebabkan tajam penglihatan terganggu. Namun demikian, efek samping ini biasanya akan hilang dalam beberapa waktu.
Efek samping yang jarang terjadi adalah perubahan detak jantung, detak nadi, dan perubahan pernapasan.

Obat-obatan berupa tablet sering menyebabkan rasa kesemutan pada ujung kaki dan tangan, rasa lemas, hilangnya rasa lapar, dan adanya batu ginjal. Penderita sebaiknya membicarakan adanya efek samping tersebut kepada dokter agar dapat dipertimbangkan pemakaian selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar